Jumat, 03 Agustus 2012

10 Album Indie Pilihan

Ini dia 10 album indie yang menjadi favorit penulis. Dari album-album inilah yang sering menjadi playlist dan kerapkali diputarulang. Disini penulis akan sertakan juga beberapa lagu dan album yang dapat diunduh pada link download  resmi baik yang dibagikan oleh musisi yang bersangkutan langsung ataupun yang dishare . Jadi, Selamat menikmati :)
1. The Adams - v2.05
The adams - V2.05 (2006)

Bagi penulis inilah Album yang cukup megena di hati ,melanjutkan dari album yang pertama yang sebenarnya tidak kalah bagus tapi pada album v2.05 ini banyak lagu yang menarik untuk didengar. Berikut adalah cerita dibalik masing-masing lagu yang dijelaskan oleh Ario Hendrawan (vokal,gitar) :

PAHLAWAN LOKAL

Ide dasar lagu ini dari kesebalan di acara musik di kampus, di mana band-band tertentu selalu main angkatan dan rebutan jam main, padahal kalau di luar kampus mereka nggak eksis, sementara di kampus lagu-lagunya biasa aja dan yang nonton cuma yang seangkatan aja. Benar-benar main buat angkatannya, padahal acara itu dibuat untuk banyak angkatan, dan bahkan orang-orang dari luar kampus. Dari segi musiknya, ide awalnya lebih ke soundtrack anime Jepang yang progresif, tapi tetap enak didengar dan mudah dicerna. Lagu ini instrumental karena kalau di film-film, musiknya nggak butuh lirik untuk mengangkat sosok yang heroik.

SELAMAT PAGI JUWITA
Musiknya jadi lebih dulu sebelum gue memikirkan tema lagu itu sendiri. Pada saat itu gue lagi dengerin Kiss dan pingin ngeluarin nuansa rock kental tahun '70an akhir dengan kord-kord gampang, tapi tetap diadaptasi ke musiknya The Adams (berarti pakai synthesizer, padahal zaman itu jarang dipakai band rock semacam itu). Liriknya berasal dari ngobrol-ngobrol teman gue, Faesal Riza. Dia menawarkan diri buat bikin lirik, terus gue ngasih dia beberapa materi. Dia orang yang visual, jadi pas mendengar lagu ini, dia langsung membayangkan nuansa pagi. Kayak seorang cewek (bernama Juwita?) yang bangun tidur, menyetel radio dan mendapat ucapan selamat pagi via kiriman lagu.

HALO BENI
Cerita lagu ini sebenarnya buat mengolok-olok Beni, drummer The Upstairs dan mantan bassis The Adams. Dulu pas gue bantu The Upstairs bikin album Matraman, sewaktu mau minta saran dari Beni seputar mixing, dia malah tidur. Giliran ada cewek yang menelepon, ternyata dia langsung segar bugar dan keluar kamar untuk bertelepon ria. Cewek itu kalau menelepon suka ngomong, "Beni, Beni, Beni," yang langsung menjadi titik awal bagi lirik yang ditulis Jimi (vokalis The Upstairs) dan gue menggenjreng gitar akustik. Begitu Beni masuk kamar lagi, lagunya udah jadi, walau bentuknya masih kasar.

Dari segi musik, gue ngebayangin sebuah big band karena emang ngefans ama musik seperti, dan pas gue nyanyi "Halo," ada paduan suara gospel yang nyanyi "Beni, Beni, Beni!" Dari situ, gue harus mencari tahu bagaimana membagi-bagi vokalnya, dan inilah cikal bakal konsep musik The Adams di album v2.05. Sebenarnya lagu ini udah ada dari zaman album pertama, tapi karena vokalnya cuma bertiga dan konsep lagunya membutuhkan vokal yang lebih banyak, maka kami simpan dulu. Tadinya Beni yang bakal nyanyi "Halo," sementara gue dan Ale yang bagian "Beni, Beni, Beni," karena Beni nggak mau dikira narsis dengan menyebut namanya sendiri.


LEGA
Gue minta tolong Bin Harlan Boer (pas masih menjadi vokalis C'mon Lennon) agar membuatkan lirik untuk sebuah lagu yang musiknya sebenarnya belum selesai. Gue cuma punya kord-kord, dan gue memainkan gitar akustik sementara Bin mencari kata-kata. Gue bilang ke Bin, "Ini lagu yang mengawang, untuk didengar sambil melihat ke atas. Dibilang sedih nggak, senang pun nggak juga. Datar aja, bingung mau ngapain." Bin membuat lirik saat itu juga di atas secarik kertas dan membantu mencocokkannya dengan alur lagu, sementara gue membereskan musiknya di rumah. Gue sempat panik karena kertas liriknya hilang ketika kamar gue dirapiin nyokap, padahal gue belum hafal liriknya dan belum sempat take vokal.
Waktu berlalu, gue berhasil menemukan kertas lirik itu tapi jarang ketemu Bin. Giliran ketemu, gue nggak bawa hasil kolaborasi kami, dan Bin pun lupa kalau dia bikin lirik. Ketika manggung di sebuah acara di Viky Sianipar Music Center beberapa bulan sebelum V2.05, kebetulan Bin hadir. Gue ngasih tahu penonton kalau lirik salah satu lagu baru ditulis oleh Bin, dan Bin pun kaget. Gue sendiri kaget dengan permainan Gigih di bagian interlude. Dia menghasilkan bagian itu pas gue lagi ngerokok di luar studio, dan begitu gue balik, dia menciptakan pola permainan yang mampu gue terperanjat dan adrenalin terpacu.


15/8
Ini lagu lucu-lucuan. Berawal dari rumah gue, di mana gue dan Ale sedang main gitar dan mencoba bikin lagu progressive. Beat-nya sok-sok gantung biar kesannya ribet. Judul "15/8" berasal dari nama birama dari lagu tersebut, yang kami baru tahu setelah bertanya ke Ricky Indies, seorang arranger big band muda yang sedang naik daun. Tadinya gue kira biramanya adalah 5/4. Dulu lagu ini selalu dibawakan kalau The Adams era Beni dan Bimo sedang soundcheck buat gaya-gayaan, tapi akhirnya terbawa-bawa ke formasi yang sekarang. Tadinya sempat bingung untuk memasukkan "15/8" atau "Pahlawan Lokal," karena keduanya lagu instrumental. Tapi setelah diskusi dengan David Tarigan (penasehat spiritual untuk album), akhirnya kami cuek aja masukin dua-duanya.


GELISAH
Ini lagu terakhir yang kami buat untuk sesi v2.05 dan nyaris tidak masuk album. Prosesnya sangat cepat, hanya butuh waktu seminggu untuk menulis lagunya, latihan beberapa kali dan rekaman. Liriknya terilham oleh Gigih yang sedang gelisah karena menunggu SMS dari seorang wanita pas sedang proses rekaman. Arfan yang pertama kali memperhatikan adanya keresahan pada diri Gigih yang terus menerus memeriksa HP-nya untuk melihat apakah ada pesan baru yang masuk, dan kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah, "Cieeee, gelisah banget nih!" Lalu Ale punya usul, "Wah, seru nih kalau dibikin lagu!"

Kebetulan gue punya sepenggal materi musik yang belum dikembangkan karena bingung mau diapakan. Gue memainkan nada-nada yang mengingatkan pada surf music dan gue nyoba untuk menambahkan bagian-bagian selanjutnya, tapi kesannya maksa. Akhirnya gue simpan dulu sambil mencari bagian-bagian lain untuk melengkapinya. Setelah ada usul untuk membuat lagu baru, gue menawarkan penggalan itu, dan kami beramai-ramai menyusun alur lagunya. Bagian tersulit adalah interlude ("Diriku gelisah/Rindukan dirinya"), karena sebelum itu gue merasa harus ada satu bagian tambahan di tengah lagu agar lebih dinamis dan tidak datar. Sulitnya karena semua ide yang ada nggak cocok. Sehari sebelum take, tiba-tiba gue dapat setengah bagian pas sedang iseng bermain gitar, kemudian Ale melengkapinya.

Pas mau mengisi vokal, gue minta tolong Arfan untuk merekam guide vocal yang nantinya menjadi pedoman buat gue, karena dia yang bikin lirik dan tahu bagaimana memasukkan suku kata yang pas dengan melodi vokal. Setelah gue take dan mendengarnya kembali, rasanya ada yang kurang sreg. Gue take lagi, dan masih terasa janggal. Begitu mendengar dengan vokal Arfan untuk mengetahui apa yang kurang, gue dan Ale merasakan hal yang sama: ternyata vokal Arfan lebih cocok untuk lagu ini. Akhirnya dia yang mengisi lead vocal.


BERWISATA
Dulu gue, Ale dan Beni punya ide untuk bikin lagu a capella, terilham oleh album-album lama yang menampilkan jeda a capella sebagai jembatan di tengah-tengah. Nada melodinya sudah ada sebagian, tapi masih belum menemukan tema untuk liriknya. Ide lama ini dihidupkan kembali pas pembuatan v2.05, dengan lirik yang diambil dari pengalaman pribadi gue yang mengadakan kencan wisata bersama pacar. Cerita menarik: pada suatu pagi, ketika ide sudah ada tapi liriknya belum selesai, gue diwawancara Jimi yang sedang siaran di radio. Topik bahasannya adalah tempat-tempat kencan alternatif selain mal, dan rupanya dia teringat pada gue yang malah pergi bersama pacar ke museum dan tempat-tempat bersejarah lainnya di pusat kota. Percakapan itu memberi inspirasi, dan liriknya pun selesai. Semua detail perjalanan itu ada di situ. Detail-detail yang lain ada di ingatan kami berdua (gue dan pacar, bukan gue dan Jimi). 


HANYA KAU
Sebagian dari musiknya sudah ada dari zaman album pertama. Asal usulnya karena, ketika menelaah lagu-lagu yang sudah gue bikin hingga saat itu, semuanya penuh distorsi. Nggak ada yang clean atau jernih. Karena mentok, lagu ini gue simpan dulu, tapi konsep bebas distorsi itu tersalurkan melalui "Glorious Time," yang muncul dan tergarap secara spontan dan cepat. Walau pada saat itu masih mentah, tapi Ale sudah ngebet agar lagu ini diselesaikan, dan dia ingin mengisi lead vocal. Proses aransemennya cukup kolaboratif; pecahan-pecahan vokal didiskusikan bersama-sama, dan dari segi lirik, tulisan awal Arfan ternyata kurang pas dengan nada-nada melodi vokal, jadi kami berlima ikut membantu mencari kata-kata yang lebih cocok.

Karena ini pengalaman pertamanya menjadi vokalis utama di studio rekaman, maka Ale nggak langsung mendapatkan take yang memuaskan. Untuk menghilangkan ketegangan dan mencairkan suasana, kami bawa bercanda dulu di studio dengan merekam berbagai versi lucu-lucuan. Bayangkan "Hanya Kau" dengan gaya R&B a la Boyz II Men, melodi-melodi Arab dan Ale bertindak sebagai rapper. Pada akhirnya, Ale mampu menyanyikan lagu ini dengan cara yang cocok, walau dia merasa suaranya mirip almarhum Kasino dari Warkop DKI. Kalau bongkar studio, mungkin "Hanya Kau" yang lucu-lucuan masih ada… 


SUARA
Musiknya berasal dari jamming oleh formasi Ario-Ale-Beni-Bimo, makanya lebih terasa seperti lagu album pertama dibanding yang lain di v2.05. Nggak banyak perbedaan setelah direkam oleh formasi Ario-Ale-Arfan-Gigih-Kaka, di samping outro a capella yang idenya berasal dari Arfan. Lagu ini belum ada liriknya ketika kami sudah take musiknya, tapi kebetulan pas masih berbentuk demo tanpa lirik pun, teman kami Nagirat DS menawarkan diri untuk merancang kata-katanya, sekaligus mencoba membuat lirik berbahasa Indonesia untuk pertama kali. Saking semangatnya, dia seharian mondar-mandir membawa kertas dan pulpen, agar siap berkreasi di saat inspirasi datang. Akhirnya dia membuat lirik tentang keindahan musik rock & roll. Kami sempat bingung dalam menentukan judul lagu ini. Ale mengusulkan "Bentang Irama" (yang memang ada di lirik) tapi kami menolak karena terlalu dangdut.


PIJAKKAN
Lagu ini menyimpan banyak kenangan bagi Kaka, tapi nggak semuanya indah. Selain porsi synthesizer yang lebih besar (yang membuatnya meminta agar tak usah ikutan menyanyi di lagu ini karena mainnya ribet), alat yang dipakai – sebuah Roland tua – punya kebiasaan unik, yaitu mengeluarkan nada yang sama di setiap tuts kalau kepanasan. Seringkali kami mengulik nada dan menemukan yang enak, dan giliran mau direkam, tahu-tahunya kepanasan. Jadi Kaka harus menunggu kibordnya dingin lagi, baru bisa melanjutkan take, sehingga dia harus seharian berada di studio.

Dari segi musiknya, gue membayangkan lagu Fariz RM untuk intro, di mana setiap instrumen memainkan nada yang berbeda di saat yang sama, tapi setelah digabungkan tetap muncul harmonisasi dan membentuk kord. Pada paruh pertama lagu, gue terilham oleh The Rentals, sementara paruh kedua tadinya mirip "Halo Beni," tapi gue bereksperimen dengan pecahan-pecahan vokalnya. Aransemennya agak kurang lazim, tapi setelah digabungkan ternyata hasilnya lebih keren dari yang gue bayangkan.

Lirik ditulis oleh teman kami, Aceh Pendojo AP, yang membantu di saat-saat terakhir rekaman saat lagu ini belum ada kata-katanya. Begitu tahu ada lagu yang masih kosong, dia langsung menawarkan diri. Lagu itu bercerita tentang seseorang yang punya idola, tapi merasa sudah waktunya untuk menganggap idola itu hanya sebagai "pijakan" untuk mencari identitas sendiri. Dengan kata lain, seseorang itu bisa dianggap mewakili banyak band baru di mana-mana. 


PAGI SIANG MALAM
Suatu ketika Ale ngomong, "Eh, gue bikin lagu nih, tapi bingung mau diapain." Lagunya itu berdurasi sekitar 30 detik dengan lirik berupa "pagi, siang, malam" yang diulang-ulang saja. Gue bantu Ale menyelesaikannya, dan tadinya Ale yang mau jadi lead vocal karena itu lagunya dia, di mana dia yang lebih banyak berperan sehingga bisa dibilang produser lagunya sendiri. Musiknya direkam dulu, dan giliran Ale mau mengisi vokalnya, dia nyadar, "Kok vokalnya rendah banget ya? Gue nggak nyampe!" Sedangkan musik sudah diisi semua, dan nggak mungkin dibongkar lagi untuk disesuaikan dengan vocal range Ale. Akhirnya gue yang nyanyi, seperti biasa. Lirik oleh Arfan, yang mengembangkan "pagi, siang, malam" itu dengan mengkaitkannya pada tema yang dibuatnya di lagu "Gelisah." 

SENDIRI
Ini adalah lagu yang paling nge-drop di album ini. Musiknya muncul di saat gue sedang kangen sama seseorang, tapi gue nggak tahu siapa persis yang gue kangenin. Bagian refrain bisa dianggap bernuansa satiris, karena musiknya riang, tapi kata-katanya depresi. Gue menceritakan apa yang gue rasakan saat membuat musiknya ke Arfan. Dia membuat interpretasi yang sesuai cerita gue, tapi dia menambahkan pesan-pesan yang tegar dan optimis. Arfan memang anggota The Adams yang paling bijak dan dewasa, di samping bassis yang piawai.

WANNA BE WITH YOU [lagu bonus kejutan khusus CD]

Lagu ini sudah lumayan lama, dan yang masuk album ini (walau terselubung) adalah versi yang ketiga. Versi pertama dibuat dengan tujuan menembak seorang cewek, tapi ternyata tidak berhasil. Setelah beberapa lama, gue mendengarkan lagu ini dan berpikir sayang kalau dibuang begitu aja akibat kegagalan asmara. Tapi agar tidak mengingat kejadian yang pahit itu, gue merombak total musiknya, sementara liriknya tetap dipertahankan.
Dicantumkan sebagai hidden track untuk melanjutkan tradisi yang dimulai dengan "Mosque of Love" yang ngumpet di album pertama. Kami pernah diceritakan seseorang yang baru nyadar kalau ada lagu tersembunyi itu dua bulan setelah membeli album, padahal dia rajin mendengarnya dari awal sampai akhir, dengan asumsi bahwa "Glorious Time" memang lagu terakhir. Lalu pada suatu hari dia lupa memencet Stop atau mengira CD atau kasetnya akan mati sendiri, tapi tiba-tiba dia dikagetkan oleh adanya lagu siluman. Rupanya cukup banyak orang yang mengalami hal yang sama. Mengingat jeda waktu kosong antara "Sendiri" dan "Wanna Be With You" tidak terlalu panjang, mungkin mereka tak akan butuh waktu yang selama itu untuk menemukan lagu ini.

2. Mocca -  Colours (2007)
Colours (2007)
Setelah istirahat kurang lebih setahun, Mocca kembali lagi dengan album ketiga. Dalam segi musik dan lirik di album ini Mocca mengalami pendewasaan. Ini cukup mengejutkan, setelah dikenal dengan lirik-lirik manis tentang hubungan cinta antar manusia dalam ‘My Diary’ dan ‘Friends’, album ini menghadirkan atmosfir yang sedikit berbeda, namun masih berada pada zona yang sama, yaitu cinta. Cinta yang melingkupi kegembiraan, kekecewaan, kebingungan, kemarahan, kecemburuan, sinisme, dan kebahagiaan.
Riko menggambarkan album ini sebagai rekap dari perjalanan musik Mocca sejauh ini, perjalanan dengan cerita yang penuh warna. Cerita tentang hubungan Mocca dengan Indonesia, Mocca dengan fans, bahkan hubungan antar personil. Album ini diberi judul “Colours”.
Seperti pada album “Friends”, pada album ini juga terdapat beberapa kolaborasi, diantaranya dengan musisi hebat asal Swedia, Pelle Carlberg dari band Edson. Mocca juga berkolaborasi dengan choir ‘dadakan’ yang diberi nama ‘Indiesiana Sapta Suara’, mereka adalah  Dewi Lestari, Anto (70s Orgasm Club), Bez (Olive Tree), El William (Vincent Vega), Ramdan (Burgerkill), Elang (Polyester Embassy), dan Rekti (The SIGIT).
Mocca menghabiskan dua bulan rekaman di dua studio, Aru dan Massive. 4 dari keseluruhan 13 lagu di album ini direkam secara ‘live’.  Selain lagu ciptaan Mocca, ada 2 lagu cover di album ini yaitu ‘Hyperballad’ dari Bjork dan ‘Sing’ dari Joe Rapozo yang dipopulerkan oleh The Carpenters.
Cover album “Colours” ini didesain oleh Indra, Riko dan Iyoichi, teman dari Mocca yang juga seorang desainer grafis handal. Album Colours ini masuk kedalam nominasi ‘Desain Cover’ terbaik pada penghargaan Anugerah Musik Indonesia tahun 2008, dan memenangkan penghargaan Karya Produksi Alternative Terbaik AMI Awards 2008. 
3. Indie Art Wedding  - Hidup Itu Pendek Seni Itu Panjang     
Track List:
01. Dua Langkah Kecil
02. Cinta Itu Sengit
03. Untuk Anakku Dan Anak Dari Anak-Anakku
04. Hidup Itu Pendek, Seni Itu Panjang
                
Hidup Itu Pendek, Seni Itu Panjang (2009)

Album ini pada awalnya merupakan souvenir hadiah pernikahan.Yang punya hajat adalah Cholil Mahmud dan Irma Hudayana. Di pintu masuk taman itu, masing-masing tamu  mendapatkan sebuah cd bersampul coklat. Isinya, setelah ditelaah lebih lanjut, adalah empat buah lagu.Pasangan ini menulis dan menyanyikan lagu itu. Kemudian membagikannya kepada tamu-tamu mereka. Tentu saja, itu suvenir pesta perkawinan yang sangat tidak konvensional. 



Kabar baik datang beberapa waktu yang lalu ketika pada akhirnya, lagu-lagi di dalam cd ini dirilis untuk orang banyak.

Empat lagu di rekaman ini direkam hanya dalam waktu dua shift. Itu setara dengan dua belas jam. Dan empat lagu ini juga setara dengan sebuah perayaan akan kehadiran tuan cinta paling hebat yang bisa diciptakan anak manusia.

Direkam di Soundmate Studio oleh Venedar Komeng, Mixing dan mastering oleh Jonathan Vanco. Semua lagu diciptakan oleh Cholil Mahmud, Semua instrumen dimainkan oleh Cholil, Lirik ditulis oleh Cholil & Irma. Desain sampul oleh Wok The Rock, Ilustrasi oleh Rega Ayundya Putri

Jika sudah mengunduh, silakan dengarkan lirik lagu-lagu ini dengan seksama. Tiap bagiannya mencerminkan sebuah kisah cinta yang begitu tulus, realistis, dan menggambarkan arah yang jelas kemana pasangan ini mengarahkan perjalanan mereka bersama.



Dan itu adalah insipirasi yang sederhana sekaligus punya daya ledak luar biasa. Selamat menikmati.


4. Monkey to Millionaire - Lantai Merah
 Lantai Merah.(2009)

Album yang berisikan 10 lagu ini, diproduseri oleh Joseph Saryuf (Santamonica) akan dirilis oleh Sinjitos Records. Semua lirik di tulis oleh Wisnu Adji (Vokal, gitar) dan kejutannya adalah 80% dari lagu-lagu di album ini berbahasa indonesia.
Arti dari Lantai Merah itu sendiri berarti "tetesan darah di lantai" yang mengibaratkan suatu kerja keras yang di lakukan semaksimal mungkin. Proses rekaman album ini berjalan selama 6-8 bulan dengan proses yang sangat "complex", karena sudah pasti kita benar-benar mengincar suatu hasil yang bagus, berbeda, bercerita tapi masih simple dan berkualitas.
Di album ini, Monkey To Millionaire lebih banyak banyak bermain di tata sound, lirik yang berbeda dibandingkan dari apa yang mereka lakukan sebelumnya (EP). Dalam segi lirik, Wisnu banyak bercerita tentang pengalaman pribadinya dan apa yang dia lihat di sekitarnya.

Untuk mendengarkan salah satu lagu yang ada di album Lantai Merah silahkan download  merah.mp3


5. The Banery - Janji Pasti
Janji Pasti (2009)

Berawal pada tahun 2004, Rafli (Bass,Vokal), Egi (Lead Guitar,Vokal), Yudi (Rhythm Guitar,Vokal) dan Deni (Drum). Setelah sekitar 2 tahun bermusik, terjadi pergantian pemain yaitu Adam (Drum) menggantikan posisi yang ditinggalkan Deni, serta menambah pemain yaitu Oddo (keyboard,vokal).

Pergantian tersebut diikuti dengan perubahan nama band berturut-turut yaitu The Uncle John, The Rebeats, dan terakhir adalah The Banery. Nama The Banery merupakan singkatan dari nama dari masing – masing personil.

Awal terciptanya band ini di latar belakangi oleh keinginan untuk berekspresi, dan mencoba ber-eksperimen dalam menyatukan berbagai genre music dari tiap personil yaitu Rock and Roll, Opera, Rock, Alternative, dan British Pop. 

Musik mereka mendapat influence dari sebuah band asal Liverpool. Sejak memakai nama The Banery mereka mulai aktif menciptakan lagu karya sendiri. Salah satu single mereke “Karena Dia” berhasil muncul sebagai salah satu single terbaik di album kompilasi LA LIGHTS INDIFEST COMPILATION ALBUM VOL.3 yang release bulan Maret 2009.. 

Sekilas dengan full album yang  direlease  dengan judul album JANJI PASTI.   Pengarapan album ini ditangani oleh myOyeah music dan artistik lagu Produced by Krisna J Sadrach. Kebebasan dan pembebasan. Itulah yang ditawarkan THE BANERY. Kebebasan untuk lepas dari perasaan tertindas. Menawarkan sebuah pembebasan dengan konsep warna musik baru yang lebih colorful. Membangkitkan semangat berpikir, keceriaan serta membangkitkan energi baru. Itulah energi THE BANERY. Beragam warna musik bertemu dalam 1 album guratan lagu ciptaan sendiri. Itulah pribadi THE BANERY. The Beatles menjadi inspirasi. Bukan di konsep oldies, refleksi penampilan maupun gaya musiknya, tapi pada semangat dan teknik musikalitasnya yang begitu kaya dan berujung pada sebuah harmonisasi vokal dan instrumen yang enak didengar oleh telinga semua kalangan. 

Janji yang tak terlewati merupakan cerminan nafas kita dalam kehidupan dan bermusik, pantang menyerah saat hujan badai, tamparan hati dan lumpur kotor baru kami lewati dan kami berjanji utk terus melewati perjalanan hidup ini, dan itu pasti. The Banery - Karena Dia.mp3



6. Ballads of the Cliche - Evergreen
balladsofthecliche
Evergreen (2007)

Kata Evergreen mempunyai konotasi sebagai “kenangan” ,dengan penuh filosofis BOTC menyatakan keinginannya supaya lagu-lagu dialbum ini akan menjadi evergreen.

“Lagu-lagu di album ini cukup personal dan variatif. Masing-masing lagu punya cerita di baliknya yang kalau digabungkan akan jadi satu kesatuan," tambah Kurniawan Bambang, gitaris akustik, yang menulis tiga buah lagu di rekaman ini dan mengambil alih vokal utama untuk lagu Hot Chocolate.Di rekaman ini, Ninatika Trimurti, pemain piano, juga mengambil alih vokal utama untuk lagu Distant Stars.

Ketiga belas lagu di album full-length ini dibangun dalam konstruksi indiepop kental. Pengaruh Simon and Garfunkel, Belle and Sebastian, serta Nick Drake terlihat kental sejak track pembuka Snapshot of Serenity dimainkan.

Single lama mereka “French Riviera” yang direkam ulang, memberikan duet menarik antara Bobby dan Nina, dimana Nina dapat mengeluarkan vokal standout menarik, apalagi diberikan layer-layer vokal membuat siapapun yang mendengarnya bahagia. lagu “Back in the old days” yang memang terinspirasi dari “two of us” nya The Beatles. Berusaha membangkitkan kenangan lama masa kecil dua orang sahabat. Ketika Feel Free to Feel Lost terasa riang, French Riviera dan Back in the Old Days membawa imajinasi otak berkelana riang. Menikmati lagu-lagu Ballads bak melahap sepotong cheese cake, ringan, manis, dan lezat sekaligus. Simak saja Old Friend, Coffee Shop (One in a Million Love Songs), dan Light of Hope yang tak hanya merileksasi otak, juga merangsang saraf bahagia. Sentuhan aransemen yang bertenaga seperti Hot Chocolate, Heidi, hingga Love Parade menambah sedikit warna. Begitu juga dengan musikus tamu vokalis Homogenic Risa Saraswati di Light of Hope dan Arina Ephipania di Coffee Shop (One in a Million Love Songs). 


7. Dialog Dini Hari - Beranda Taman Hati

dialog dini hari
Beranda Taman Hati (2008)



Pada akhir kuartal pertama di tahun 2008, para motor penggerak dua band besar asal Bali – Dadang SH Pranoto dari Navicula dan Ian Joshua Stevenson serta Mark Liepmann dari Kaimsasikun – duduk bersama. Menyepakati diri mengalirkan dialog bebas lepas tengah malam dan merangkumnya kedalam musik dan notasi sederhana. Sembari sejenak menanggalkan emblem yang telah menahun melekat pada eksistensi Navicula yang sering dijuluki neo-green-phsycadelic-grunge-core dan Kaimsasikun dengan stempel deep-psycho-britt-rock-nya. 

Leburan demi leburan blues, folk dan ballad ditakar oleh DIALOG DINI HARI sedemikian tepat sebagai degup-melodi penghantar pesan ringan-cerdas-indah dalam warna vokal bariton yang merdu menyeruak dari dalam luka yang membekas. Sedangkan dominasi suara gitar aksutik dan semi-steel-dobro yang khas, plus selingan gesekan steel-slide yang kasar dan ekspresif berhasil membangun dinamika nuansa live yang sangat terjaga.

Banyak hal yg terjadi dalam kurun waktu 2 tahun setelah peluncuran album Beranda Taman Hati yang menyita banyak energi dan pikiran masing-masing personil Dialog Dini Hari. Sebuah side project yang terus bergulir dan tumbuh. Diperkuat dengan formasi yang berbeda dari album sebelumnya, kini Dadang SH Pranoto seorang Green Grunge Gentleman dari Navicula mengajak serta Denny Surya penggebuk drum Rockavatar dan juga Brozio Orah pemetik Bass dari Zio Band ikut memperkaya alunan musik Dialog Dini Hari.

Label : The Blado Beatsmith.

Personil  :

Dadang S H Pranoto                  : pemetik gitar

biduan Ian Joshua Stevenson    : pencabik bas & suara latar

Mark Liepmann                           : penggebuk drum & perkusi


Seluruh lagu ditulis dan dinyanyikan oleh Dadang SH Pranoto kecuali Oksigen dan Renovasi Otak ditulis oleh Dadang SH Pranoto dan Teguh IGO Setiabudi.
Tak Seperti Yang Kau Bayangkan diambil dari album Telephone/Episode Koma, ditulis oleh Fish & Igo. Stone Faces merupakan bonus track. Ditulis dan dinyanyikan oleh Ian Joshua Stevenson.


8. Kelelawar Malam - Desmondus Rotundus
Desmondus Rotundus
Desmondus Rotundus (2009)


Band yang terbentuk tahun 2008 ini memiliki anggota yang menggunakan nama panggung sesuai tema band. Vokalis/gitaris Sayiba von Mencekam merupakan pendiri band ini, sebenarnya memiliki nama asli Sayiba Rahmat Bajumi. vokalis/bassist Unggul “Deta” Triwidetya  dengan ‘Deta Beringas’, lead guitarist Muhammad Fahri memilih ‘Fahri al-Maut’, dan drummer Rangga (Apin) Adi Saputro dengan nama ‘Apin Kiamat’. Punk rock menjadi musik pilihan Kelelawar Malam. Ini juga disebabkan oleh kecintaan mereka terhadap The Misfits. Judul Lagunya pun tak juga kalah unik seperti "Malam Jumat Kliwon". “Lagu ini terinspirasi dari film kuntilanak yang diperankan Suzanna,” tukas Sayiba. Namun bukan hanya Suzanna yang jadi tokoh sentral. Dihembuskan pula tema berbeda pada nomor lain seperti “MalamTerkutuk” yang menceritakan proses pembakaran tukang sihir, atau “Bangkit dari Kubur” yang bercerita tentang pocong, serta “Palu Keadilan” bercerita tentang zombie yang hidup kembali. 


9. Aditya Sofyan - Forget Your Plans

Forget Your Plans
Forget Your Plans (2010)
Adalah musisi kamar bermodalkan seperangkat komputer yang digunakan untuk merekam lagu-lagu akustik seringan musik pop. Walaupun sebelumnya ia tidak terpikir untuk berkarir dibidang musik, 

Penamaan Album Forget Your Plans ini lebih sekedar menggambarkan tentang perjalanan musiknya yang memang tanpa perencanaan dan ada benang merahnya juga dengan album yang pertama "Queit Down" .

Album ini bercerita tentang cinta layaknya Romeo & Juliet yang dapat didengarkan pada lagu "Bandaged ", ada pula yang bercertita tentang kematian  "Into the Light".

Oya Aditya Sofyan juga membebaskan siapapun untuk mengnduh lagunya. Jika tertarik silakan kunjungi blognya :

10 The Fellow - Hiperbola

Hiperbola
Hiperbola

Musiknya sendiri adalah indie-pop yang ringan, dengan sedikit beat-beat disko, namun liriknya kurang sopan, absurd, dan terkesan kekanakan. Akan tetapi lupakan itu semua,tidak perlu mengeti untuk menikmati musik The Fellow. Walaupun liriknya sulit dicerna tetapi secara keseluruhan cukup menghibur ,lucu, dan jenaka. Kadang akan membuat kita tertawa walau tak mengerti artinya.Coba saja dengarkan salah satu lagunya  :) anak TK.mp3

Oke inilah 10 album indie yang menurut penulis cukup menarik. Mungkin mau menambahi atau punya pilihan sendiri, dishare yuk :)

Sumber :


4 komentar: