Sabtu, 31 Agustus 2013

FRAU


Salam sejahtera!!. Tak disangka kembali menjamah blog lagi, padahal sudah berjanji untuk vakum dulu. Namun apa daya  penulis ingin sekali bercerita tentang kejadian 3 hari lalu yang sayang kalau tidak segera dituangkan di blog, jadinya nanti malah tidak aktual lagi dan takut lupa jika ngendon di otak terus.hhe.
Oke, tanggal 28 Agustus 2013 lalu di Jogja ada momen yang cukup berharga dan sayang kalau dilewatkan begitu saja, yakni konser musik Frau. Konser yang diadakan tanggal 28-29 Agustus ini merupakann konser peluncuran album kedua Happy Coda yang merupakan kelanjutan dari album pertamanya Starlit Carousel.  Butuh waktu dua tahun untuk merilis album Happy Coda semenjak peluncuran album perdananya yang sensasional tersebut. Happy Coda sendiri bisa dibilang bercerita sebagai kebahagiaan sederhana yang dialami Leilani dan mungkin kita juga. Dimana Coda sendiri dalam bahasa Italia berarti ekor yang dapat diartikan bahwa Happy Coda bukanlah happy ending yang biasanya sering kita jumpai selayaknya dalam cerita dongeng tetapi sebenarnya masih ada kelanjutan dan banyak cerita selain ending itu sendiri.
Bagi yang belum tahu, Frau ini adalah musisi asal Yogyakarta yang memiliki nama asli Leilani Hermiasih. Frau menjadi fenomena ketika menyeruak pertama kali di belantika musik Indonesia. Dengan gaya bermusik ala Regina Spektor tetapi dengan pembawaan yang khasnya, ia mampu membius dan merebut hati insan musik indie tanah air. Pada setiap penampilannya ia selalu ditemani oleh Oscar yang tak lain adalah panggilan piano digitalnya seri Roland RD700SX.

Rabu, 07 Agustus 2013

Tarawih & Tarling part#2


Assalamualaikum, penontoooon, keep smileeeee :) , berjumpa lagi dengan penulis dalam acara TARAWIH DAN TARLING PART #2. Yeeeeeeee.  Sesuai janji pada postingan sebelumnya maka melalui postingan ini penulis akan mengungkapkan data dan fakta mengenai hasil penelitian dan pengamatan selama mengikuti kegiatan tarling tahun 2013 ini, yakni tentang fenomena kericuhan acara tarling. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab rasa penasaran, kegelisahan, gundah gulana, dan sebagai bentuk keprihatinan yang menggelayuti benak penulis atas peistiwa yang kerapkali terjadi ini. ecieeeh.(Sebenarnya lebih tepatnya iseng ding.hhe). Penelitian ini  sebenarnya memang tidak terlalu penting seh.hhe. Akan tetapi penulis yakin kalau penelitian ini merupakan satu-satunya dan pertama  yang mengupas peristiwa ini.( Setahu penulis.hho).
Ok langsung saja dimulai. Sebenarnya banyak aspek yang terlibat sebagai sumber pemicu terjadinya peristiwa ini. Kericuhan pada tarling tiap tahun selalu saja terulang dan tidak pernah ditemukan solusinya hingga saat ini. Layaknya upil yang selalu bersemayam di hidung dihilangkan berulangkali tetap saja nongol.  Bagaimana tidak berulang, lha wong pelakunya melibatkan anak-anak. Namanya anak-anak pasti selalu saja akan ada, walupun ganti aktor, skenarionya tetap saja sama. Seperti fenomena gunung es, saban tahun aktornyapun justru terus bertambah, berjalan seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Sebenarnya kejadian ini bisa saja dicegah jika masing-masing individu mempunyai perhatian yang sama dan sadar tentang esensi ibadah tarawih sendiri. Teorinya adalah ibadah > snack tetapi fakta dilapangan menunjukkan sebaliknya.  Penulis sadari bahwa hal ini memang tidak bisa dihindarkan, penulis sendiri mahfum. Sudah jadi rahasia umum di budaya kita bahwa penyelenggaraan acara yang ada iming-iming atau stimulusnya pasti akan ramai didatangi. Seringkali penulis jumpai kegiatan tarling berjalan tidak khusyuk karena banyaknya anak-anak  mengikuti tarling tapi kebanyakan juga lebih sering membuat kegaduhan. Oleh karena itu, disinilah peran penulis untuk mencari tahu dan mencari solusi permasalahan tersebut.
Baiklah untuk awalnya penulis akan bercerita mengapa seh banyak anak yang memperebutkan snack. Snack tersebut disediakan oleh pihak penyelenggara sebagai bagian dari rangkaian acara hingga usai nanti. Bisa dibilang tujuan dari diadakannya snack tersebut sebagai pendamping atau kawan dikala mendengarkan tausyiah. Akan tetapi tujuan tersebut menjadi tidak tersampaikan manakala yang mengikuti acara sampai usai lebih sedikit dibandingkan jumlah snack yang dibagikan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa snack menyumbang porsi paling besar menarik minat yang hadir. Hal ini dapat dibuktikan pada saat berlangsungnya acara. Dari sholat isya sampai kata sambutan sohibul bait atau tuan rumah kegiatan, shaf masih disesaki oleh jamaah. Tiba gilirannya snack usai dibagi, keadaanyapun berubah 180 derajat.  Suara jangkrik tiba-tiba terdengar. Hanya menyisakan sedikit jamaah yang bertahan sampai benar-benar acaranya rampung.